Dimanakita.com – Simak hukum merayakan tahun baru menjadi momen merayakan pergantian tahun yang dianggap istimewa oleh masyarakat di seluruh dunia. Dalam perspektif Muslim, merayakan tahun baru Masehi dianggap sebagai tradisi non-Islam yang berasal dari budaya Barat.
Beberapa kalangan menganggapnya sebagai praktik yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Sejarah Penanggalan dan Tradisi Tahun Baru Masehi
Sejarah tahun baru Masehi berkaitan erat dengan reformasi penanggalan Romawi pada tahun 46 SM oleh Kaisar Romawi, Julius Caesar.
Penyesuaian ini melibatkan perubahan jumlah hari dalam setahun dan menetapkan 1 Januari sebagai awal tahun baru.
Bulan Januari dinamai dari Dewa Janus dalam mitologi Romawi, yang dianggap sebagai dewa permulaan dan penjaga pintu masuk.
Perayaan tahun baru Romawi dipusatkan pada penghormatan terhadap Dewa Janus, dengan perayaan tengah malam pada 31 Desember untuk menyambut 1 Januari.
Pandangan Islam Terhadap Tradisi Tahun Baru Non-Islam
Dalam perspektif Islam, merayakan tahun baru Masehi kadang-kadang dianggap haram karena dianggap berasal dari tradisi non-Islam.
Beberapa pandangan menekankan bahwa agama Islam memiliki kalendar Hijriah sendiri, dan perayaan tahun baru Masehi dianggap sebagai bentuk ikut-ikutan dengan budaya Barat.
Namun, dalam menilai hukum Islam terkait perayaan tahun baru Masehi, penting untuk memahami bahwa pandangan ini dapat bervariasi di antara ulama dan komunitas Muslim.
Beberapa mungkin menilai bahwa partisipasi dalam perayaan tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam, asalkan tidak melibatkan unsur-unsur yang bertentangan dengan ajaran agama.
Sebagai umat Islam, penting untuk mendekatkan diri pada kebenaran dan menjaga keseimbangan antara apresiasi terhadap budaya lokal dan kesetiaan pada nilai-nilai Islam.
Diskusi dan pengertian bersama tentang perayaan tahun baru dapat membantu menghindari konflik dan merangkul semangat toleransi di dalam masyarakat yang beragam.
Hukum Merayakan Tahun Baru Masehi
Merayakan tahun baru Masehi masih kerap menjadi pertanyaan bagi sebagian besar umat Islam. Mengingat bahwa kalender Masehi sendiri bukanlah milik umat Islam. Lalu, bagaimana hukum merayakannya?
Secara umum, para ulama menyarankan untuk tidak merayakan tahun baru Masehi.
Salah satunya disampaikan oleh Buya Yahya dengan alasan hal-hal yang dilakukan dalam perayaan itu bisa menjerumuskan pada maksiat, misalnya saja berfoya-foya.
Selain itu, Buya Yahya juga mengatakan bahwa mengikuti budaya kafir tidaklah diperkenankan. Karena, mengikuti budaya nonmuslim disebabkan oleh lemahnya pendirian yang dimiliki oleh seorang muslim.
Hal ini dijelaskan juga dalam kitab Al Mi’yar al Ma’riby, Ar Raudhah, Faydhul Qodir, Hasyiyah al Jamal ala al Minhaaj, dan Ihyaa ‘Ulumuuddin, bahwa merayakan tahun baru hukumnya haram karena dianggap tasyabbuh atau menyerupai orang kafir, karena tidak memberi manfaat apa-apa.
Dalil Al-Qur’an yang melarang seorang muslim untuk menyerupai orang kafir dijelaskan dalam surah Al Baqarah ayat 120:
وَلَنْ تَرْضٰى عَنْكَ الْيَهُوْدُ وَلَا النَّصٰرٰى حَتّٰى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ ۗ قُلْ اِنَّ هُدَى اللّٰهِ هُوَ الْهُدٰى ۗ وَلَىِٕنِ اتَّبَعْتَ اَهْوَاۤءَهُمْ بَعْدَ الَّذِيْ جَاۤءَكَ مِنَ الْعِلْمِ ۙ مَا لَكَ مِنَ اللّٰهِ مِنْ وَّلِيٍّ وَّلَا نَصِيْرٍ
Latin:
Wa lan tarḍā ‘angkal-yahụdu wa lan-naṣārā ḥattā tattabi’a millatahum, qul inna hudallāhi huwal-hudā, wa la`inittaba’ta ahwā`ahum ba’dallażī jā`aka minal-‘ilmi mā laka minallāhi miw waliyyiw wa lā naṣīr
Artinya:
Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah rela kepadamu (Nabi Muhammad) sehingga engkau mengikuti agama mereka.
Katakanlah, “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya).” Sungguh, jika engkau mengikuti hawa nafsu mereka setelah ilmu (kebenaran) sampai kepadamu, tidak ada bagimu pelindung dan penolong dari (azab) Allah.
Di samping itu, Rasulullah SAW juga bersabda dalam hadits yang dishahihkan oleh Al Albani,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
Artinya:
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka.” (HR Abu Daud)
Hal ini berbeda dalam pendapat M. Cholil Nafis Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) beliau menjelaskan bahwa, tidak ada larangan untuk merayakan tahun baru atau mengucapkan tahun baru.
Karena, kehidupan masyarakat Indonesia berada di tengah keberagaman agama, budaya, dan tradisi, yang tidak diperbolehkan yaitu merayakannya secara berlebihan dan dapat mengganggu ketenangan banyak orang.
Demikian hukum merayakan tahun baru bagi muslim. Namun, Cholil menyarankan untuk orang muslim alangkah baiknya merayakan tahun baru dengan evalusi diri, muhasabah, berdzikir, sholawat, dan berdoa kepada Allah SWT.***